Selamat Datang di
Website Himpunan Keluarga Maula Aidid

Al-Imam Muhammad Maula Aidid mendirikan rumah dan masjid kecil di lembah Aidid. Tidaklah orang-orang datang ke lembah tersebut kecuali untuk melaksanakan shalat jum’at atau berziarah kepada para Ahli Khair dan para Sholihin.

Suatu Ketika Al-Imam ditanya oleh beberapa orang : “Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah masjid yang juga dipakai untuk shalat jum’at sedangkan dilembah ini tidak ada penghuninya”.. Lalu beliau menjawab :” Nanti akan datang suatu zaman yang mana di zaman tersebut banyak sekali ummat yang datang kelembah ini dan bertabaruk “.

Artikel Islami

MARUNDA MARKAS BALATENTARA ISLAM

by ALWI SHAHAB

 

                        Terletak di ujung paling timur Ibukota, kelurahan Marunda menyimpan segudang misteri. Bahkan, keberadaannya lebih tua dari Kota Jakarta. Banyak peninggalan benda-benda kuno maupun kebudayaan pra sejarah di temukan di Marunda, yang sebagian besar penduduknya nelayan. Seperti gerabah-gerabah local dan keramik asing.

                        Marunda sendiri, baru masuk dalam wilayah DKI Jakarta tahun 1976. Sebelumnya, wilayah yang luasnya 763.304 hektar ini masuk kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebagian besar warga Marunda, Betawi asli. Mereka menyebut ayah dengan babe, ibu (enyak), kakek (engkong), bibi (encing), paman (encang). Sedangkan sebutan untuk kanak-kanak adalah ntong (laki-laki), dan enok (perempuan).

                        Menurut sejumlah orang tua di sini, kata Marunda berasal dari merendah. Karena sifat penduduknya yang sejak dulu hingga kini, dalam pergaulan hidup sehari-hari menunjukkan kerendahan hati. Menjauhi sikap sombong, apalagi takabur yang dilarang agama. Menunjukkan, kaidah-kaidah Islam selalu dipegang teguh oleh merka. Kata merendah ini lama kelamaan menjadi Marunda hingga sekarang.

                        Kampung Marunda, karena terletak di tepi pantai, dalam sejarahnya yang panjang pernah menjadi markas atau basis dari balatentara Islam, baik dari Jayakarta sendiri, Banten dan Mataram (Jawa Tengah). Ketika pada 22 Juni 1527, balatentara Islam hendak menyerang Sunda Kelapa, Falatehan dan pasukannya terlebih dahulu mendarat di Marunda. Di sini bersama dengan balatentara jayakarta, Ulama dan Panglima Islam ini mengatur strategi untuk menyerang Portugis.

                        Di Marunda, perajurit-perajurit Islam di disamping membangun markas besar, juga membangun masjid. Sampai kini, masjid yang diberi nama Al-Alam masih tetap berdiri. Para penduduk di sini banyak yang percaya, Falatehan ini membangun masjid hanya dalam sehari. Hingga kini, masjid yang terletak di tepi pantai itu tidak pernah sepi. Selalu diziarahi orang, lebih-lebih pada malam jum'at kliwon.

                        Seratus tahun kemudian (1628-1629), ketika ribuan prajurit Mataram dari Jawqa Tengah dibawah pimpinan Tumenggung Bahurekso menyerang markas VOC di Pasar Ikan, Jakarta Kota, para prajurit Islam ini lebih dulu singgah di Marunda. Guna mengatur siasat perjuangan. Bahkan ada yang mengatakan, Masjid Al-Alam dibangun oleh para prajurit Sultan Agung. Rupanya, Marunda tidak pernah berhenti sebagai tempat persinggahan pasukan-pasukan yang hendak menyerang Batavia. Karena, ketika pasukan-pasukan Inggeris pada tahun 1811 hendak menyerang Ibukota, terlebih dulu mendarat dan mengatur siasat pengepungan di Cilincing dan Marunda.

                        Banyak tokoh legendaries yang kisahnya telah diangkat ke layar perak maupun layar kaca terdapat di kampong Marunda. Seperti si Pitung, yang hidup sekitar 200 tahun lalu. Rumah tempat jagoan Betawi ini menjarah korbannya terdapat di Marunda. Berupa rumah panggung, bentuk kediaman warga Marunda ketika itu. Robinhood dari Betawi yang berasal dari Rawabelong (Jakarta Barat) ini sendiri tewas kena peluru kompeni, zonder meninggalkan fulus sepeserpun, karena doku hasil rampasannya dibagikan untuk rakyat kecil. Masih ada segung jagoan pembela rakyat kecil dari Marunda. Seperti si Ronda dan Si Mirah.

                        Di tepi pantai Marunda Kelapa, dekat dengan kelurahan Marunda, juga terdapat makam Tete Yonker. Dia bekas prajurit VOC, yang kemudian membelot dan melawan Belanda. Kapten Tete Yonker yang berasal dari Tumelehe, Ambon ini gugur 24 Agustus 1689, setelah bertempur melawan kompeni.

                        Jangan pula dilupakan, pada masa revolusi fisik, Marunda menjadi ajang perlawanan rakyat melawan NICA (Belanda). Memang kawasan ini dilihat dari segi geografis merupakan medan gerilya strategis yang ditumbuhi pohon-pohon dan sungai-sungai kecil. Ditambah dengan keadaan pantainya yang penuh rawa dan empang. Sedangkan untuk kepentingan makanan mudah didapat dari Bekasi-Karawang, ikan dari Teluk Jakarta, obat-obatan dari Koja, Priok.

 

Oleh : Alwi Shahab

Penerbit : Republika