Selamat Datang di
Website Himpunan Keluarga Maula Aidid

Al-Imam Muhammad Maula Aidid mendirikan rumah dan masjid kecil di lembah Aidid. Tidaklah orang-orang datang ke lembah tersebut kecuali untuk melaksanakan shalat jum’at atau berziarah kepada para Ahli Khair dan para Sholihin.

Suatu Ketika Al-Imam ditanya oleh beberapa orang : “Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah masjid yang juga dipakai untuk shalat jum’at sedangkan dilembah ini tidak ada penghuninya”.. Lalu beliau menjawab :” Nanti akan datang suatu zaman yang mana di zaman tersebut banyak sekali ummat yang datang kelembah ini dan bertabaruk “.

Untitled Document

Biografi Maula Aidid

BIOGRAFI
AL- IMAM MUHAMMAD BIN ALI SHAHIB AL- HAUTHOH
( MUHAMMAD MAULA AIDID )

 

Mukadimah

Al - Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah adalah seorang yang terhormat dan mulia, pemegang dan penerus ilmu dari aslafuna sholeh, pemegang sunnah-sunnah Rasulullah S.A.W. mempunyai pandangan yang khashaf, berjalan pada jalan yang di ridhoi Allah, mempunyai jiwa dan hati yang suci dan bijaksana dalam hukum-hukum agama.

Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh seorang ulama besar dengan ilmu dan pengalamannya. Mempunyai ilmu para ulama yang arif atau orang-orang yang bijaksana. Beliau belajar atau menimba ilmu agama dari ulama yang arif atau orang-orang yang bijaksana. Beliau belajar atau menimba ilmu agama dari ulama-ulama besar dan arif Billah. Beliau menguasai bermacam-macam ilmu syariat dan ilmu thariqah, sehingga beliau mendapat keberkahan yang haq, dan oleh Allah diberikan suatu kelebihan kebaikan akhlak yang mulia, tekun dan istiqomah dalam ibadah. Beliau seorang yang mulia karena kedzhuhudannya serta sifatnya yang waro, yang selalu berhalwat ditempat-tempat mulia. Banyak dari ulama-ulama besar memuji, mengagumi dan memuliakannya karena akhlaknya dan keluasan ilmu-ilmu agama yang ada padanya. Dan banyak juga para ulama besar, Aulia dan para sholihin belajar menimba ilmu kepadanya.

Riwayat Hidup

Al - Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih adalah generasi ke-23 dari Rasulullah S.A.W. dilahirkan di kota Tarim, Hadhramaut, Yaman Selatan tahun 754 H.

Ayahnya yaitu Ali Shahib Al-Hauthah wafat tahun 830 H. Gelar Shahib Al-Hauthah yang di sandangnya karena tinggal di Hauthah yang terletak sebelah barat kota Tarim, Hadhramaut, Yaman Selatan.

Istrinya bernama Syarifah binti Hasan bin Al-Faqih Ahmad bin Abdurrahman, seorang yang sholehah dan dzuhud dalam urusan dunia.

Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh, dikaruniai enam orang anak laki-laki :

  1. Ahmad Al-Akbar, wafat tahun 862 H.
  2. Abdurrahman Bafaqih, mempunyai lima orang anak laki-laki, yaitu : Muhammad, Ahmad, Abdullah, Zein dan Atthayib, wafat di Tarim tahun 862 H..
  3. Abdullah Bafaqih, mempunyai tiga orang anak laki-laki, yaitu : Alwi, Husein dan Ahmad, wafat selang beberapa tahun wafatnya Abdurrahman Bafaqih.
  4. Ali Aidid, mempunyai tiga orang anak laki-laki, yaitu : Muhammad, Abdullah dan Abdurrahman, wafat tahun 919 H.
  5. Alwi
  6. Al-Faqih Ahmad

Abdullah dan Abdurrahman mendapat gelar Bafaqih yang kemudian menjadi leluhur " Bafaqih ". Diberikan gelar Bafaqih karena beliau 'alim dalam ilmu fiqh sebagaimana ayahnya dikenal masyarakat sebagai ahli fiqh. Sedangkan Ali gelarnya tetap Aidid, yang kemudian menjadi leluhur " Aidid ".

Gelar Aidid

Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah orang yang pertama mendapat gelar Aidid. Gelar yang disandangnya karena beliau adalah orang yang pertama tinggal di lembah Aidid yang tidak berpenduduk disebut " Wadi Aidid ", yaitu lembah yang terletak di daerah pegunungan sebelah barat daya kota Tarim, Hadhramaut, Yaman Selatan dan mendirikan sebuah rumah dan masjid untuk tempat beribadah dan dipakai untuk shalat jum'at serta beruzlah ( mengasingkan diri ) dari keramaian.

Asal mulanya lembah tersebut gelap gulita dan banyak keanehan-keanehan, tidak ada yang berani masuk maupun melintasi lembah tersebut, bahkan mengambil sesuatu didalam lembah tersebut. Akhirnya lembah tersebut menjadi lembah yang sangat aman, makmur, semerbak dan terang benderang dengan sinar keberkahan dari Waliyullah Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah. Selanjutnya penduduk disekitar lembah tersebut mengangkat Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah sebagai penguasa lembah Aidid dengan gelar Muhammad Maula Aidid. Maula berarti Penguasa.

Waliyullah Al-Imam Muhammad Maula Aidid ditanya oleh beberapa orang penduduk : “ Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah Masjid yang juga dipakai untuk shalat Jum’at, sedangkan di lembah ini tak ada penghuninya ? “. Lalu beliau menjawab “ nanti akan datang suatu zaman dimana zaman tersebut banyak sekali Umat yang datang kelembah ini, datang dan bertabaruk ".

Alhabib Umar bin Muhammad Bin Hafidz pada kesempatan ziarah di Zanbal, menceritakan ucapan Al-Imam Muhammad Maula Aidid tersebut dihadapan murid-muridnya, kemudian ia berkata didepan maqam Al-Imam Muhammad Maula Aidid “ Wahai Imam kami, semua yang hadir dihadapanmu ini menjadi saksi akan ucapanmu ini “.

Guru - guru Al - Imam Muhammad Maula Aidid

Waliyullah Al-Imam Muhammad Maula Aidid adalah seorang ulama besar pada zamannya yang sangat luas ilmunya, baik ilmu syariat ataupun ilmu thariqah dan yang mukasif. Beliau belajar atau menuntut ilmu agama dari berbagai-bagai guru di zamannya, diantaranya :

  1. Syech Muhammad bin Hakam Baqusyair, di Qasam
  2. Al-Faqih Abdullah bin Fadhel Al-Haj
  3. Assayyid Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah
  4. Al-Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail
  5. Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al-Khatib
  6. Al-Imam Ali bin Muhammad Aidid ( ayahnya )

Murid - murid Al - Imam Muhammad Maula Aidid :

Banyak para ulama memuji, juga mengagumi dan memuliakan beliau karena akhlak juga keluasan ilmu-ilmu agama yang ada pada dirinya. Para ulama yang belajar menimba ilmu kepadanya, diantaranya sbb. :

  1. Abdullah Alaydrus bin Abubakar Assakran
  2. Ali bin Abubakar Assakran
  3. Abubakar Al-Adny bin Abdullah Alaydrus
  4. Al-Faqih Al-'Alamah Muhammad bin Ahmad Bafadhaj
  5. Muhammad bin Ahmad Abi Jarasy
  6. Umar bin Abdurrahman Shahib Al-Hamra
  7. Assayyid Al-Faqih Al-'Alamah Muhammad bin Ali bin Alwi Al-Khirid (Shahib kitab Al-Ghurror)
  8. Putera-puteranya, yaitu Abdullah dan Abdurrahman

Riwayat / Kisah - Kisah karomahnya Al - Imam Muhammad Maula Aidid

Al-Imam Muhammad Maula Aidid banyak membaca Al-Qur'an disetiap waktu terutama surat Al-Ikhlas.

Beliau adalah seorang yang dzuhud. Beliau memandang dunia hanya sebagai bayangan yang cepat berlalu. Banyak fakir miskin dan tamu yang datang kepadanya dengan berbagai keperluan, dan beliau selalu memenuhinya. Akhlaknya lebih lembut dari tiupan angin.

Tertulis dalam kitab Syarah Al-Ayniyyah, bahwa Al-Faqih Muhammad Maula Aidid mendawamkan bacaan surat Al-Ikhlas antara shalat maghrib dan isya sebanyak 3000 kali.

Dijelaskan oleh Al-Habib Ahmad bin Zein Alhabsyi dalam kitab Syarah Al-Ayniyyah ( nadzom Imam Hadad ), bahwa Al-Faqih Muhammad Maula Aidid sering bertemu dengan Nabi Khidir.

Syekh Abdurrahman Assegaf memuji, menyanjung serta memuliakan Al-Faqih Muhammad Maula Aidid dengan ayahnya. Dan ringkasan-ringkasan apa-apa yang diucapkan oleh para ulama-ulama, bahwa Al-Faqih mempunyai keutamaan dan ilmu seperti lautan.

Al-Faqih Muhammad Maula Aidid dikenal dengan shohibu Aidid. Al-Faqih Syekh Muhammad bin Hasan bin Umar Abi Jaras mengabarkan, ia dikabari oleh Syekh yang sholeh Muhammad bin Ahmad bin Abubakar bin Abu Harma, bahwasanya Syekh Ali bin Abdurrahman Al-Khotib berkata :

Saya bermaksud mendatangi kediaman Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid yang rumahnya terletak di lembah Wadi, tetapi saya tidak menemukan di rumahnya. Saya teman akrabnya, juga menghormati dan salah satu muhibin terhadapnya. Dikarenakan tidak adanya beliau di rumahnya, saya langsung ke lembah yang sering dijadikan tempat untuk beribadah kepada Allah S.W.T. Ketika di pertengahan jalan, saya mendengar bunyi aliran air dari bukit, padahal suana tidak ada mendung dan hujan. Dalam keadaan heran saya menelusuri suara aliran air tadi, maka aku berniat mendekat untuk menjawab rasa penasaranku terhadap bunyi aliran air tadi. Seketika aku melihat Al-Faqih Muhammad Maula Aidid sedang duduk dan aliran air tersebut seharusnya mengenai tubuhnya, tetapi tidak mengenai tubuhnya, padahal beliau duduk tepat pada aliran air tersebut. Dalam keadaan heran saya mendekati, kemudian Al-Faqih Muhammad Maula Aidid menyuruh saya duduk dan meminta untuk tidak menceritakan kepada siapapun kejadian yang dialaminya tadi. Saya mandi dan minum serta berwudhu pada air tersebut. Setelah itu saya turun dari lembah tersebut menuju kerumah yang berada di tengah-tengah kebun kurma. Setelah sampai dirumah , keluarga saya bertanya : “ Siapa yang menciprati Ja’faron ditubuhmu ? “. Saya katakan, saya tidak memakai dan memegang ja'faron sebelumnya atau melihatnya. " Ja'faron itu tercium dari badan dan bajumu " kata keluarga saya, saya menjawab, beberapa saat yang lalu saya mandi dan mencuci bajuku bersama Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Kemudian saya melihat dan memperhatikan apa-apa yang dikatakan oleh keluarga saya dan ternyata benar. Maka saya cuci pakaian saya dengan air berulang-ulang, akan tetapi tidak hilang bekas ja'faronnya. Kemudian saya cuci dengan air yang dicampur dengan tanah, juga saya merendam diri di kamar mandi untuk menghilangkan bekas wangi dari ja'faron yang ada pada tubuh dan pakaian saya, tidak hilang juga. Akhirnya saya berdiam di kebun kurma dan tidak keluar ketempat lain atau keluar kota selama tiga hari, saya berharap agar nanti berkurang wanginya pada tubuh dan baju ketika mandi dan mencucinya. Pada setiap shalat fardhu saya cuci, tapi tidak hilang. Beberapa hari kemudian dalam waktu yang panjang wangi ja'faron itu hilang. Itulah salah satu keramat Al-Faqih Muhammad Maula Aidid.

Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abu Mukhtar, bahwa say bersama rombongan atau kafilah keluar dari kota Syihr dan tiba pada malam hari serta menginap di suatu daerah pada waktu itu lagi musim dingin. Ketika itu akhir dari bulan musim dingin, orang-orang tidak mampu keluar berjalan-jalan atau mendatangi tempat tersebut dikarenakan sangat dingin. Saya tidak membawa bekal berupa selimut atau alat penghangat. Menjelang malam, saya tertidur, sebelum tidur mengucapkan nama Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Ketika dalam tidur saya bertemu dengan Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Saya berkata : " saya kedinginan " , kemudian diselimuti oleh Al-Faqih Muhammad Maula Aidid, selimut demi selimut. Berkata Al-Faqih Muhammad Maula Aidid : " Sudah hangatkah badanmu ? ", Saya menjawab: " belum ". Kemudian diselimuti lagi sampai merasakan tidak kedinginan lagi. Lalu saya berkata kepadanya : " sudah hangat wahai sayyid ".

Diriwayatkan dari sebahagian orang kepada Al-Habib Muhammad bin Ali Al-Khirid ( Pengarang kitab Al-Ghuror). Ketika air yang mengalir sangat sedikit dari lembah atau bukit-bukit dan tidak mencukupi untuk menyiram kebunnya, berupa pohon kurma dan pohon sidir ditengah lembah, sehingga banyak tumbuh ilalang dari aliran air tersebut, seseorang memasuki daerah itu dan tertidur, dalam tidurnya didatangi oleh seseorang yang rupanya sangat putih dan wajah yang bercahaya dengan pakaian yang bagus, kemudian ia dipeluknya hingga susah bernapas. Ia bertanya, apa salah dan dosa saya, orang itu berkata : " Engkau meninggalkan hewan peliharaanmu di tempat saya ", maka ia berkata, karena saya terlalu letih, kemudian ia berteriak sampai keluarganya mendengar teriakannya, maka ia berkata, saya minta maaf dengan teriakan yang terdengar oleh keluarga saya. Dan ini terjadi setelah Al-Faqih Muhammad Maula Aidid meninggal dunia dan ia tidak mengenal rupa wajahnya, kemudian ia bertanya, siapa engkau ?, dijawab oleh orang itu : " Saya Muhammad bin Ali Shahib Aidid ".

Al-Faqih Muhammad Maula Aidid pernah dalam melaksanakan da'wahnya bertemu dengan seorang anak muda. Kemudian anak muda tersebut bertanya kepada Al-Faqih : " Siapa Engkau ". Karena tawadhunya, beliau menjawab : " Saya Abdullah ( Hamba Allah ) ". Setelah mendengar ucapan tersebut, anak muda itu dengan sombong dan kasarnya langsung meludah kewajahnya Al-Faqih. Walaupun diperlakukan demikian, beliau sabar dan tidak marah, malah beliau berkata kepada anak muda tersebut : " Sekalipun sikap kamu kasar dan tidak beradab, akan tetapi lisanmu pernah mengucapkan kalimat dzikir kepada Allah walaupun hanya sekali ". Dengan kesabarannya, ludah yang ada di wajahnya di usap dengan tangannya. Kemudian anak muda itu menangis dan meminta maaf kepada Al-Faqih, menyadari akan kehilafan, sikap dan sifatnya. Karena Al-Faqih mempunyai sifat dan akhlak yang penuh dengan kasih sayang, anak muda itu dimaafkan.

Penutup

Waliyyullah Muhammad Maula Aidid wafat di kota Tarim pada tahun 862 Hijriyyah. Dimakamkan di Pemakaman Zanbal disamping ayahnya Ali Shahib Al-Hauthah satu deretan dengan Al-Faqih Muqaddam.


Penyusun :

Alwi Husein Aidid.

Sumber dari :

Buku Biografi dan Arti Gelar Masing-Masing Leluhur Alawiyyin ( Muhammad Hasan Aidid ), Buku Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi ( Idrus Alwi Al-Masyhur ), Kitab Syarah Al-Ayniyyah ( Nazhom Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad, di syarahkan oleh Al-Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi Ba'Alawi ), Kitab Al-Ghuror ( Al-Habib Muhammad bin Ali bin Alwi Al-Khirid ).

Turut membantu menyelesaikan Biografi ini :

Al-Habib Idrus Alwi Al-Masyhur, Al-Habib Helmi bin Abubakar Alaydrus, Al-Habib Zein bin Taufik Aidid dan Al-Habib Abdurrahman bin Muchsin Alatas.